FUTURE [Part 5]

suzy minho minzy krystal minstal myungsoo myungzy irene kyuhyun onew lee choi cho ff fanfiction romance comedy school bagus recomendation rekomendasi keren silah oskab im gotzy markzy myungzy bae sad happy lucu romance family friedship tumblr cerita cerpen cerbung

FUTURE
Part 5
“The Memories”
OSKAB IM
Suzy, Minho, Kyuhyun, Irene, Onew
Friendship, Family, Romance
PG-13

Part 1 | Part 2 | Part 3 | Part 4 | Part 5

WARNING : TYPO EVERYWERE

♥♥♥

Part 5 : The Memories

♥♥♥

Sekolah menjadi hal yang paling memuakkan untuk saat ini. Dari masuk hingga bel pulang semua bertanya pada Suzy tentang siapa wanita cantik yang memeluknya dengan air mata bergelimpangan. Gadis itu kerap melontarkan pandangan tak suka dan berkata tajam terang-terangan, tapi toh hal tersebut tidak menyulutkan semangat anak-anak pinggiran kota untuk bertanya lebih.

“Hari ini kau bekerja?” Minho bertanya dengan nada khawatir. Ia memandang lelah Suzy yang masih melamun. Mereka menyusuri jalanan seperti biasa. Kali ini Minho menyarankan berjalan ditrotoar karena Suzy sedang berkamuflase menjadi zombie. Lamban dan tanpa kehidupan.

“Suzy?” Minho mengerutkan kening begitu air mata jatuh saat Suzy berkedip. “Suzy!” serunya. Gadis dengan mata kosong itu tersentak, mukanya memerah. Antara menahan tangis dan malu ketahuan menangis didepan Minho. Selama bersahabat, Suzy tidak pernah sekalipun menangis, Ia menahannya, setidaknya jika benar-benar perlu menangis, tidak perlu dihadapan sahabatnya. Itu membuatnya lemah dan terbiasa menangis dihadapan Minho nantinya.

“Aku tidak apa,” Suzy kemudian tersenyum bodoh dan meninju bahu Minho, “ini karna Kau tidak mengingatkanku untuk berkedip!” keluhnya.

Minho menarik nafas panjang, ditariknya Suzy dalam pelukannya. Lengan panjangnya mengalengi Suzy dan dada yang bidang dan hangat menjadi tumpuan kepala gadis itu.

Suzy terdiam, sebelum akhirnya terisak dan semakin keras hingga berteriak, “kenapa Aku membencinya Minho?” tidak. Suzy bertanya itu pada dirinya sendiri. Kini Ia membenci dirinya karena membenci kakaknya sendiri.

“dia hidup dengan tenang” isak Suzy lagi. Ia mengambil nafas dalam, lengannya naik membalas pelukan Minho, “dia tidak tau Aku mencuci piring hingga tanganku terkelupas dan berdarah bahkan kadang bernanah, Ia tidak tau punggungku remuk tiap kali pulang dari kedai kopi, dia tidak tau Aku tidak tidur hingga subuh demi mengerjakan tugas orang lain dan belajar agar masa depanku berubah, dia tidak tau!” tangis Suzy semakin kencang, Ia dapat merasakan suara tangisnya sendiri memenuhi otak. Bahkan selama ini Suzy tidak pernah mengeluh, namun ketika semuanya ada didepan mata, menghampirinya secara langsung dan nyata, Ia tidak tahan menyimpan semuanya. Semua keharusan yang dirasakannya selama ini. Semua kepedihan dan tangis yang disembunyikan. Kenyataan bahwa Irene hidup tanpa harus bersusah-susah membuat hatinya terkoyak lebih dari yang dipikirkannya.

“Dia tidak tau bagaimana menjadi anak yang diasingkan, merasa yatim piatu, berharap banyak pada cita-cita! Dia tidak tau! Dia tidak mengerti!”

Tangan Minho mengusap pelan punggung Suzy, “dan sekarang. Dia… Berkata… Dia menemukanku” isakan Suzy mereda, namun nadanya terdengar dingin, “kemana dia selama ini?” baru menemukanku setelah semua yang ku alami.

♥♥♥

Minho baru saja kembali dari rumah Lee Yooyoung. Sebelumnya Ia juga sudah ke kedai kopi tempat Suzy bekerja, meminta ijin dengan alasan Suzy demam –dalam hati Ia berdoa agar Tuhan tidak benar-benar membuat gadis itu dilanda demam sebagai karma telah berbohong.

Suzy masih pucat. Tangannya menggenggam pulpen dan coretan aneh tergambar dikertas putihnya. Jelas Ia tidak belajar ataupun membuat tugas orang sejak tadi. Suzy duduk bersila dilantai dengan meja lipat dan selimut tebal membungkus bahu dan punggungnya hingga terjatuh dilantai.

“Suzy, Kau tidak apa?” entah keberapa kalinya Minho bertanya demikian. Suzy benar-benar kehilangan semangat saat ini. “Kau merindukannya Suzy, Kau tidak membencinya. Kau mencintainya” yakin Minho. Sebenarnya lebih pada memotivasi Suzy agar tidak terus memikirkan hal negatif. Bukankah selama ini gadis itu yang mengajarkannya menjadi seorang yang selalu berfikir positif?

Suzy termenung. Benci dan Cinta bedanya terlalu tipis, dan Suzy tidak begitu yakin apa yang dirasakannya saat ini. Memikirkan Irene setelah kakaknya itu muncul membuat darahnya naik keubun-ubun. Namun setelahnya, Suzy merasakan gejolak rindu yang membuat air matanya menggenang. Ia belum siap bertemu Irene. Belum tanpa persiapan dan hati gaduh begini.

Semuanya karena ucapan Nyonya Kim –wanita gendut yang membencinya- yang dulunya adalah tetangganya. Dulu, sebelum Ia pindah kerumah yang lebih layak huni dan Minho menempati tempat tinggalnya yang dulu.

Nyonya Kim tau betul bagaimana Suzy pindah kesana dengan desas-desus ayahnya adalah koruptor. Tau bahwa ayahnya stroke dan hanya dapat melanjutkan aktivitas dengan kursi roda. Tau bahwa ibu dan kakaknya pergi beberapa bulan setelahnya. Dan tau bagaimana ketika Suzy kehilangan Ayah- orang yang paling dicintainya didunia- direnggut nyawanya. Dan Suzy tidak menyalahkan Nyonya Kim atas kebenciannya itu. Ia sering disalahkan Nyonya Kim karena Ibunya dulu sering menghina wanita itu atas kebaikan yang sempat ditawarkannya. Meski kadang Suzy geram dan tidak dapat menahan emosi, Ia hanya menyindir. Tidak pernah bermain kasar atau langsung menyakiti hati wanita itu.

Namun Nyonya Kim, seperti ular yang tidak dapat menahan bisanya. Selalu merecoki Suzy dengan perkataannya yang luar biasa menyakitkan. Terlebih mereka bekerja ditempat yang sama. Wanita itu makin gencar dengan tingkah busuknya.

Kalimat terakhir yang mengganggu Suzy adalah saat Nyonya Kim berkata ketika Ia baru akan pulang dari tempat kerja. Wanita itu mengatakan bahwa dirinya adalah anak selingkuhan, bahwa Irene kini membencinya sebagaimana Kim Taeri kini membencinya. Bahwa kedua orang itu sengaja membuangnya, menyisihkannya karena Ia anak haram. Dan Suzy hampir menangis setelah Nyonya Kim dengan teganya mengatakan bahwa dirinya tidak pantas hidup dan menghirup udara bebas sementara darah yang mengalir dalam tubuhnya begitu kotor.

Suzy tidak dapat membantah. Nyonya Kim memang dapat mendengar apapun yang dikatakan Ayah dan Ibunya karena rumah mereka yang berdekatan tanpa celah. Salah dirinya tidak begitu memerhatikan pertengkaran Ibu dan Ayahnya. Dan mungkin Irene mengetahui semua itu.

Rasanya memang tidak ingin memercayai wanita gempal iri hati itu, namun Nyonya Kim sebenarnya bukanlah orang jahat. Ia hanya membenci Suzy atas perilaku ibunya yang semena-mena dulu. Dan wanita itupun tak pernah berbohong. Ia wanita jujur yang tidak dapat menahan emosi. Namun semakin Suzy tak ingin percaya, semakin kalimat itu luluh lantah dipikirannya.

Dan Suzy mulai menimang-nimang Kim Taeri. Ia semakin terpukul karena nyatanya Ia sama sekali tidak mirip dengan Ibunya itu. Kim Taeri lebih seperti Irene. Bermata tajam, tubuh mungil, bibir tipis, dan rambut lurus. Jauh jika dibandingkan dengan dirinya yang menjulang, bermata bulat, berbibir penuh dan rambut bergelombang. Hal yang membuatnya mirip dengan Irene hanya hidung. Hidung mereka sama-sama diturunkan dari ayahnya.

Sejak saat itu, Suzy bertekat untuk tidak mengirimi email dan menelfon Irene lagi. Namun takdir berkata lain. Tepat dimana Ia meneguhkan hatinya, dipagi hari Ia menemukan Irene disekolahnya. Memeluknya dengan isak tangis dan membuatnya marah tanpa sebab. Membuatnya bertanya-tanya, sebenarnya siapa tokoh antagonis disini?

Suzy mengambil nafas dalam dan memutar kepala menghadap Minho yang kini menekuk lutut disampingnya, “Minho, Aku tidak tau siapa yang ku benci. Ibuku atau kakakku. Mereka, mirip” kalimat terakhir menusuk dirinya lebih dari apapun.

Kenangan masa lalu berkelebat dalam pikiran. Disana, Suzy merasa dirinya kecil kembali. Bermain bersama Irene dan memeluk Ibu-Ayah mereka bergantian. Suzy baru ingat bahwa dirinya sama sekali tidak memeluk Kim Taeri saat itu. Ia hanya memeluk Ayahnya dan kembali memeluk Ayahnya begitu Ibunya tidak ingin Ia peluk.

Memori lainnya silih berganti. Dimana Suzy bermain ditaman bersama kakaknya dan Taeri datang dengan dua gulali besar. Diberikan satu untuk Suzy dan satu untuk Irene. Mereka makan bersama. Suzy, Irene, dan Ibunya duduk berurutan dikursi taman. Hal yang mebuatnya kecewa saat ini adalah ketika itu Taeri ternyata hanya menyuapkan dan membersihkan mulut Irene, tidak untuknya. Kenapa selama ini Suzy tidak pernah merasakan kejanggalan atas perilaku Ibunya? Atau karna Ia menyayangi wanita itu dengan segenap hati?

“Suzy, Kau adalah gadis terkuat. Penuh semangat, punya cita-cita tinggi, pekerja keras, selalu berfikir positif, dan kau cantik! Apa hanya karena kedatangan kakakmu, Kau merelakan semua itu tertiup angin? Lihat dirimu! Kau seperti upil yang dibuang. Tidak enak dipandang dan tidak enak dicium. Kau belum mandi kan?” Minho memang bukan penghibur yang baik. Tapi dia adalah sahabat terbaik.

Ada hal lain yang membuat Suzy semakin sedih. Kalimat Minho yang begitu percaya diri dengan gamblang dilontarkan seolah-olah benar Ia adalah gadis sempunya. Nyatanya, Suzy tidak seperiang yang Minho kira. Ia juga sering menangis diam-diam. Suzy juga bukanlah gadis yang selalu berfikiran positif. Tak jarang pikiran negatif memenuhi otaknya. Minho memang baru saat ini melihatnya seperti ini karena kepandaiannya dalam menutupi kesedihan. Dan kenyataan dia bukanlah gadis sempurna yang baru saja dideskripsikan Minho membuatnya frustasi karena telah memberi kesan demikian pada lelaki itu. Itu seperti ia adalah serigala berbulu domba atau manusia dengan dua muka.

“Minho, wajahmu!” Suzy terkesiap mendapati wajah Minho yang sedikit lebam dan ujung bibirnya berdarah. Minho tertawa bodoh, “Aku ketahuan mencuri dipasar tadi,” Ia menampilkan wajah seolah itu hal yang biasa. Suzy berdecak dan menjitak lelaki itu pelan, “apa yang kau curi?”

“kue beras! Kesukaanmu. Aku khawatir Kau tidak ingin makan, jadi kucuri kue beras dipasar setelah meminta ijin di tempat Yooyoung. Jangan salahkan Aku. Aku belum mendapat gaji, jadi mencuri legal disaat seperti ini.”

Suzy terharu. Tangannya terulur menyentuh lembut pipi lebam pengorbanan Minho atas dirinya. Tidak ada yang lebih indah dihidupnya selain memiliki Ayah super yang begitu mencintainya dan sahabat yang menyayanginya sepenuh hati.

Sementara itu, Minho membeku. Lebih memilih diam dari pada meringis kesakitan. Tubuhnya menghangat dan rasa panas menjalar ketelinganya. Tak menyangka Ia akan takluk dengan sentuhan pelan Suzy. Ia tidak menghindar ataupun bergerak. Tidak ingin merusak saat dimana dirinya seakan terhipnotis dengan mata teduh penuh kepedihan gadis tegar dihadapannya.

Dan ketika tanpa sadar jarak mereka menipis hingga ujung hidung mereka bertemu, keduanya menggeser kepala mundur. Berdeham canggung dan saling melirik. Suzy bangkit mengambil obat merah, kapas, dan baskom berisi air panas dan kompres.

Minho sendiri terduduk lemas disana. Memutar otak tentang apa yang barusan terjadi.

♥♥♥

Itu adalah fisika. Pelajaran yang paling Suzy cintai dan dibenci mati-matian oleh Minho.

Mereka berkutat mengerjakan soal dengan hukum newton dan archimedes yang saling berhubungan, membuat kepala Minho pening.

“Aku menyerah” buku itu dihempaskan sejauh mungkin. Suzy memutar mata, “Kau tidak akan kuliah kalau begitu. Apa Kau tidak punya cita-cita?” heran Suzy. Ini memang sudah sore, dan mereka bersama dirumah Minho mengerjakan setumpuk soal fisika. Suzy akan menginap disini. Salah satu hal yang membuat Minho tidak dapat berkosentrasi dengan benar.

Gadis itu, entah mengapa memutuskan menginap karena tidak ingin sewaktu-waktu Irene datang kerumahnya –karena Irene tau alamatnya- dan takut dingin karena atap dan dindingnya yang sudah tak layak pakai. Setidaknya rumah Minho jauh lebih baik. Nyonya Kim merawatnya dengan telaten dulu.

“tentu aku punya!” sahut Minho. Nadanya penuh keraguan membuat Suzy memicingkan matanya. Selama ini Minho tidak pernah benar-benar serius mengatakan cita-cita. Dengan santai pria itu menjawab akan jadi aktor, jadi dokter, pengacara, bahkan presiden Korea Selatan.

“Oke. Aku tidak punya. Lagipun, apa pentingnya punya cita-cita” Minho berkata penuh keyakinan, membuat Suzy gemas ingin mencubit pipi lebam pria itu. “tentu saja penting! Itu seperti tujuan masa depanmu. Cita-cita adalah motivasimu untuk menjadi seseorang yang kau inginkan dimasa yang akan datang. Dan kau harus menggantung cita-citamu setinggi mungkin dilangit sana.” Suzy mulai dengan orasi tanpa massanya, “maka ketika Kau mendongak, Kau akan melihat cita-citamu. Kau akan berusaha menggapainya”

Minho tidak begitu tertarik dengan apa itu cita-cita. Ia malah merasakan debaran menggila tiap kali Suzy melontarkan satu kata. Dan ini aneh karena sebelumnya Ia tidak pernah demikian. “jadi, semua yang dicita-citakan harus diraih?” tanya Minho pelan. Suzy mengangguk pasti. Lelaki jangkung itu kemudian berkata lebih pelan lagi, “jadi, bolehkah Aku menggantungmu disalah satu cita-citaku? Untuk ku miliki dimasa depan?” terlalu pelan hingga dirinyapun masih ragu mendengar semua itu.

♥♥♥

Ini adalah hari dimana Minho akan kemakam orang tuanya. Beberapa tahun terakhir Ia ditemani oleh Suzy, namun karena fisik gadis itu yang tidak memungkinkan, Minho bersikeras pergi sendiri meski Suzy merengek minta ikut.

Lorong tempat biasa Minho pergi untuk jalan motong ditutup dengan semen hingga menjadi tembok tinggi. Mungkin karena banyak remaja yang berciuman atau menghisap narkoba disana lorong itu disepakati untuk ditutup.

Akhirnya Minho berjalan memutar. Ini agak melelahkan dan matahari sudah berada dikaki langit. Menyisakan gradasi oranye yang condong kemerah. Hanya beberapa saat, lalu langit berubah berwarna mawar.

Saat melewati salah satu gang, tampak rumah sakit jiwa menjulang tinggi dengan angkuh. Cat nya berwarna putih dan terkelupas dibanyak bagian, tidak pernah dicat ulang semenjak lima tahun atau lebih. Ada banyak jendela kecil berjajar ditemboknya. Pepohonan pun tampak tidak bersahabat karena dedaunannya telah mengugurkan diri. Disekitar –kecuali jalan dari gerbang utama menuju pintu utama- dikelilingi semak belukar berduri yang berlomba-lomba menyaingi tingginya tembok. Suasanya begitu suram dengan angin dingin berembus sana sini. Sepi karena jam segini memang pasien tidak diperbolehkan keluar. Pekikan-pekikan penuh kesakitan terdengar samar. Minho berhenti melangkah dan terdiam. Mata besar itu memejam sejenak.

“Minho? Ingin menjenguk Jinri ya?” tepukan pelan dibahunya menyadarkan lelaki itu. Ia membalik dan menemukan wanita paruh baya dengan senyum paling ramah yang pernah dilihatnya. Minho menggeleng pelan, “tidak suster, Aku ingin kemakam” sahut Minho dengan senyum yang dipaksakan. Suster itu kemudian tersadar dan membulatkan mata, “Astaga, ini sudah akhir bulan agustus ya? Aku turut berduka” suster itu menepuk bahu Minho sekali lagi. Mencoba memberi semangat lewat sentuhannya. Dulu orang tua Minho adalah teman sekolahnya.

“Akan kusampaikan bahwa Kau kemari” Ia kemudian membuka pagar tinggi yang ujung-ujungnya diberi kawat tajam dan pecahan kaca. Melambaikan tangan pada Minho dan berjalan terus memasuki rumah sakit melewati jalan setapak yang tidak ditumbuhi semak belukar karena tertutupi semen.

♥♥♥

“Kenapa lama sekali?” tanya Suzy. Ia memberikan sisa kue beras yang telah dihangatkan pada Minho. Lelaki itu membuka sepatu dan duduk bersila, “lorongnya ditutup, Aku jadi berjalan jauh” Suzy mengangguk dan memakan kue berasnya dengan rakus. “Astaga, tingkah hulkmu datang lagi” tawa Minho meledak melihat pipi gembung Suzy sehingga gadis itu tidak dapat mendebat kalimatnya.

“Minho, perpisahan sekolah kapan?” kue beras itu masuk ketempat yang salah. Tenggorokan bukan kerongkongan sehingga Minho terbatuk. “Kau tidak tau kapan perpisahan?” pekiknya kuat. Suzy tersenyum dengan mata bulan sabitnya, “Itu sebabnya aku tidak belajar terus terusan sepertimu. Lihat, Kau menjadi bodoh akan sekitar” kalimat Minho membuat Suzy dengan senang hati memukul pria itu. “Itu sakit! Astaga, pipi biruku” tawa Suzy berderai mendengar kata pipi biru. Dalam hati, Minho merasa lega akan tawa itu, “Kau tidak tau ya, pipi biru ini bukti kasih sayang ku padamu. Ini salahku bersahabat dengan Hulk”

“sepertinya seseorang ingin kedua pipinya membiru” Saat Suzy bersiap meninju pipi yang satunya, Minho bangkit dan berlari. Dan mereka kembali pada rutinitas, kejar-kejaran.

Suzy merasa jauh lebih baik. Minho selalu ada disaat ia merasa butuh seseorang dan lelaki itu membuatnya kembali merasa bebannya berkurang.

Ia melihat Minho berlari keluar. Dengan langkah besar Suzy mengikutinya kencang dan tanpa dapat dikendalikan, menabrak seseorang hingga Ia dan Pria yang ditabraknya jatuh tersungkur. Tidak ada yang salah pada tubuh Suzy kecuali telinganya yang mendengar bunyi keras. Dan ketika Ia bangkit, barulah Ia sadar bahwa seseorang yang ditabraknya berdarah. Dibagian belakang kepala.

“Suzy?” dan Suara Minho dari belakang mengejutkannya.

♥♥♥

Tbc.

Nah, belum ketahuan sih antagonisnya. FF ini alurnya agak lambat dari FF aku yang lain. Karena biasanya aku buat FF dikisaran 5-8 part. Dan yang ini mungkin sampe belasan. Jadi sabar aja. Alur bolak-baliknya ga begitu membingungkan kan?

Oh ya, disini emang diutamakan yang Minho-Suzy. Gimana? MinZy shipper? udah terpuaskan? xD

Ntar ada bagian Kyuhyun-Suzy, Suzy-Irene, Kyuhyun-Irene, Irene-Minho. Haha! tunggu aja deh xD

Sekali lagi.. bawa yang lainnya baca-baca disini ya. Terutama fans Suzy ❤

 

30 thoughts on “FUTURE [Part 5]

  1. Engga sabar deh nungguin bagian Kyuhyun-Suzy, Suzy-Irene, Kyuhyun-Irene, Irene-Minho dan jgn lupa thor sama onew dan sungmin xD
    Siapa yg ditabrak suzy thor? Apa itu kyuhyun?
    Engga kelambatan kok thor alurnya biasa aja ;D
    Yups thor bsa dimengerti kok 😀
    Hmm ia sih thor disini msh belum ada antagonisnya dan konflik xD
    Ya thor cukup puas dan senang soalnya akhir” ini ff minzy couple lumayan jarang muncul/? XD
    Semangat ya thor lanjutin ffnya 😀 hwaitting

    Suka

  2. Omoomoo siapa yg ditabrak suzy? Kok ampe berdarah gitu…suzy beneran hulk ya LOL

    Minzy momentnyaaaa….<3
    Minho memang segalanya ya…baiknya ga ada batasnya
    Minho jjang
    Meski kangen dg kyuzy moment tp tergantikan dg minzy moment yg sweet overload

    Suka

Tinggalkan komentar